Rabu, 10 Oktober 2007

Arie Piliando

Teologi Kristiani

a) Iman Kristiani: isi dan tradisinya

Isi iman Kristen adalah bahwa Allah telah memasuki sejarah umat manusia secara istimewa, yakni dalam pewahyuan diri-Nya, mulai dari panggilan Abraham dan memuncak dalam peristiwa Yesus, sang Nabi dari Nazaret yang kita imani sebagai melebihi nabi biasa, karena Ia oleh Bapa dijadikan “Tuhan dan Kristus” (kis 2:36). Yesus Kristus itulah sabda Allah yang menjelma menjadi manusia. Oleh karena itu Kristus juga pusat iman (dan pusat teologi) kristiani. Bagaimanakah iman kepada Kristus itu sampai kepada kita yang hidup 2000 tahun kemudian? dengan jalan tradisi. Melalui sejarah umat Kristen, iman kepada Kristus diteruskan turun – temurun. Umat kristiani yaitu gereja, berurat berakar dalam persekutuan para rasul serta murid – murid Yesus lainnya yang pernah bergaul dengan Dia secara langsung, sambil mendengarkan sabdanya dan menyaksikan karyanya. Akan tetapi sebelum wafat Yesus, iman para Rasul masih goyang dan juga masih tercampur dengan perbagai motivasi duniawi. Baru setelah Yesus dibangkitkan Allah Bapa dari antara orang mati, iman mereka kepada-Nya sebagai Messias semakin dimurnikan dan dimantapkan. Lebih – lebih karena dituruni Roh Kudus pada hari Pentakosta, para rasul berani memberikan kesaksian tetang iman itusampai keujung bumi, sesuai dengan perintah Yesus kepada mereka sebelum Ia naik kesurga. Berkat pewartaan para rasul ini orang – orang yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan yang telah bangkit itu semakin banyak jumlahnya. Persekutuan orang percaya inilah Gereja. Didalam gereja, pengalaman para rasul serta iman mereka akan Yesus diteruskan turun- temurun, sampai sekarang.

Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa iman kepada Kristus itu kita terima melalui sejarah umat manusia, khususnya sejarah keselamatan yang terdiri dari 2 periode:

  • Pertama, sejarah umat Israel yang berabad – abad lamanya dengan tekun menantikan kedatangan Mesias;
  • kedua, sejarah Gereja, “umat baru”, yang sudah berabad – abad pula mewartakan bahwa sabda Allah telah menjelma dalam diri Yesus dari Nazaret, sang Mesias yang dinanti – nantikan itu; gereja pun memaklumkan wafat Yesus, memuliakan kebangkitan-Nya dan merindukan kedatangan-Nya kembali pada akhir zaman.

Dalam Gereja itulah iman kita bertumbuh dan berkembang serta dikomunikasikan dengan sesama warga gereja, sesama anggota tubuh Kristus dibawah naungan dan bimbingan Roh Kudus yang menjiwai gereja demi kemuliaan Allah Bapa.

b) Teologi Kristiani: perkembangan dan pembagiannya

sebagaimana halnya iman, begitu pula refleksi ilmiah atasnya, yaitu teologi, bertumbuh dan berkembang didalam sejarah umat manusia, terutama sejarah Israel dan sejarah gereja. Tadi sudah dikatakan bahwa sebelum peristiwa paskah, imanpara murid belum kuat dan murni. Akibatnya yaitu refleksi atas iman pun belum mendalam. Sebelum Yesus wafat dan bangkit, para murid belum begitu memahami siapa Yesus sebenarnya, apa arti karya-Nyadan apa makna terdalam dari firman serta ajaran-Nya. Baru setelah Paskah dan Pentakosta, ketika Roh Kudus dicurahkan atas mereka, Rohlah yang“memimpin mereka kedalam seluruh kebenaran” mengenai misteri Allah-dalam-Yesus Kristus (Yoh16:13;bdk. Yoh 14:26). Sejak kenaikan Yesus kesurga, para rasul dibawah bimbinga Roh Kudus merefleksikan perjuangan merekadengan Sang Putera. Endapan tertulis refleksi itu kita temukan dalam kitab – kitab perjanjian baru.

Dari tulisan – tulisan perjanjian baru nyatalah bahwa refleksi para murid atas iman mereka itu merupakan bagian integral dari hubungan meraka dengan Yesus. Hubungan itu berlangsung secara bertahap. Pertama – tama mereka berkenalan dan bergaul dengan Yesus. Kemudian timbullah kepercayaan kepada-Nya. Kepercayaan itu dikokohkan dan diteguhkan terutam oleh peristiwa Paskah dan Pentakosta. Akhirnya, ketika sudah beriman kepada Yesus sebagai sang Kristus, mereka merenungkan kembali segala sesuatu yang pernah mereka alami dengan Yesus, baik pewartaan dan ajaran maupun tindakan dan pekerjaanNya.

Permenungan dan refleksi itu amat beraneka-ragam, tergantung dari orang, situasi dan zamannya. Lihat saja betapa berbeda refleksi dalam ketiga injil sinoptik dengan refleksi dalam injil keempat, maupun dengan refleksi dalam kisah para rasul serta kitab – kitab perjanjian baru yang lain.

Dalam lintasan sejarah gereja, refleksi ini ternyata semakin beraneka dan berbelit, selaras dengan perkembangan gereja dan jumlah warganya. Pada zaman para Bapa gereja (abad II sampai abad VII) timbullah ajaran – ajaran palsu (“bidaah”), sehingga dirasa perlu untuk merumuskan pokok – pokok ajaran gereja secara tajam dan jelas. Hal ini mempengaruhi zaman – zaman kemudian orang menjadi amat peka terhadap rumusan ajaran gereja. Dan penghayatan pun semakin beraneka. Sebaliknya, keanekaan penghayatan menimbulkan pelbagai kemungkinan refleksi lagi. Dengan demikian terjadi bermacam – macam cabang refleksi iman dan penghayatan. Mengingat refleksi itu semakin dilakukan secara metodis, sistematis dan koheren (lebih – lebih sejak zaman Bapa gereja), timbullah pelbagai cabang teologi. Semua cabang itu dapat dikembalikan kepada empat bidang induk:

          TEOLOGI

I II III IV

TEOLOGI DASAR TAFSIR K.S. TEOLOGIA DOGMA TEOL.PRAKSIS

Pengantar Teologia Eksegese Per- Antropologi Teologis Teologi Moral

-Teologi Wahyu janjian Lama -Protologi & Eskatologi -Moral Dasar

-Teologi Iman Eksegese Per- -Soteriologi -Moral Khusus

-Apologetika janjian Baru Kristologi Teologi Spiritual

Teologi Alki- -Pneumatologi -Asketik

Tabiah -Trinitas -Mistik

Eklesiologi Teologi Pastoral

-Ekumene Liturgik

-Hub. Antar Agama Teol.Kerigmatik

Sakramentologi -Homiletik

-Kateketik

Bidang I

Bidang I, Teologi Dasar ( “Theologia Fundamentalis”) membahas apa yang menjadi dasar (azas, prinsip) pengetahuan kita dibidang teologia, yakni wahyu dan iman. Disamping itu teologi dasar bertugas juga mempertanggung-jawabkan iman terhadap akal budi, dan membelanya terhadap mereka yang menolak atau menyangkalnya. Dipandang dari sudut ini, teologi dasar dinamai juga “Apologetika”, sedangkan dipandang dari sudut pertama tadi teologi dasar disebut “epistemology teologis”

Bidang II

Bidang II, yakni Tafsir Kitab Suci atau “eksegese” menafsirkan secara ilmiah iman Yahudi –Kristiani sejauh terungkap dalam Alkitab. Bidang ini memuat Tafsir Perjanjian Lama, Tafsir Perjanjian Baru dan Teologi Alkitabiah;cabang terakhir ini menguraikan secara sistematis pandangan Teologis yang melatar-belakangi kitab- kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Bidang III

Bidang III, yaitu Teologi Dogma, menguraikan ajaran – ajaran pokok dalam iman kita. Isilah “Dogma” dalam gereja katolik didefinisikan sebagai “pernyataan yang secara eksplisit diajarkan oleh Magisterium gereja sebagai diwahyukan oleh Tuhan, sehingga penyangkalannya harus disebut “bidaah”. Dalam Teologi Dogma dibahas apa dan siapa Allah itu, apa dansiapakah Yesus yang disebut Kristus (Kristologi), apa dan siapa Roh Kudus (pneumatologi), apa dan siapakah manusia menurut rencana Allah Pencipta ( antropologi teologi, yang membahas juga asal dan tujuan manusia serta seluruh dunianya: protologi dan eskatolgi, dan juga teologi pengharapan), apakah keselamatan itu (soteriologi; teologi pembahasan/penyelamatan), apa gereja itu (eklesiologi) dan apa sakramen itu (sakramentologi).

Bidang IV

Bidang IV, yaitu Teologi Praksis, tidak bertanya “apa itu?” karena tidak bertujuan teoretis melainkan bertujuan praktis dengan merefleksikan praktek hidup beriman. Pertanyaan yang diajukan oleh teologi praksis berbunyi:”Bagaimanakah kehidupan Kristiani dapat diwujudkan sehingga berkembang dengan subur?” cabang pertama yang timbuldibidang ini ialah Teologi Moral yang menanyakan norma-norma untuk menilai perbuatan manusia dan menentukan baik buruknya kelakuan manusia, dipandang dalam terang Wahyu Allah. Cabang lain ialah teologi spiritual yang bertujuan meningkatkan hidup rohani dan yang membahas pertanyaan bagaimana kita dapat tumbuh dalam iman dan memberikan ruang gerak lebih luas kepada roh kudus untuk berkarya dalam hidup kita. Cabang lain lagi yang termasuk bidang IV ini yaitu Teologi Pastoral yang membicarakan penggembalaan dalam gereja: bagaimanakah membimbing umat dalam menghayati dan mewujudkan iman kepercayaannya. Yang juga termasuk praksis gereja ialah upacara sembahyang resmi yang arti, makna dan tata perayaannya dipelajari dalam liturgik. Last not least ada Teologi kerigmatik yang cabang – cabangnya antara lain Homiletika (tetang pewartaan sabda dalam rangka perayaan liturgis) dan Kateketik (tetang pewartaan diluar perayaan).

Metode Berteologi

Dalam pasal ini kita akan melihat beberapa usulan metode berteologia yang pernah diberikan baik dari kalangan teolog Injili maupun teolog bukan Injili.

  1. Metode Teologia Charles Hodge

    Bagi Hodge, dalam setiap ilmu terdapat dua factor: fakta- fakta dan pikiran.

    Maksudnya mempelajari suatu ilmu bukanlah sekadar menghimpun pengetahuan atau menyusun fakta- fakta saja. Ilmu lebih daripada itu,kerena ilmu harus dapat memperlihatkan relasi internaldari fakta- fakta. Fakta yang satu harus dilihat dalam hubungannya dengan fakta yang lain, dan juga dengan fakta lian secara menyeluruh.

  1. Metode Teologia Karl Barth

    Karl Barth begitu berani melawan arus pemikiran teolog pada masa itu, khususnya tradisi Liberalisme bahkan guru-gurunya sendiri, yang memulai segalanya dari agama; sebaliknya Barth memulai dari Allah dan penyataan diriNya didalam Kristus. Apabila teologia abad sebelumnya lebih menekankan pada gerakan dari manusia menuju kepada Allah, Barth membalikkan arah tersebut menjadi dari Allah menuju Manusia. Maka langkah pertama ialah menunjukan bahwa gerakan yang dimulai dari manusia tidak dapat mencapai Allah.

  1. Metode Teologia Thomas F.Torrance

    Didalam Ilmu Teologia, Torrance memaparkan bahwa yang diyakininya sebagai sains bukanlah epistemology yang berdiri sendiri, melainkan suatu epistemology yang terbuka. Epistemology terbuka itu sendiri ditentukan oleh objek tertentu yang menjadi sasaran penelitian. Bagi Torrance, pengertian ilmu diatas juga harus diterapkan pada teologia Kristen. Menurutnya, teologia sebetulnya memiliki jenis rasionalitasnya sendiri sehingga teologia tidak perlu mengikuti jalur rasionalitas dari disiplin ilmu lain. Dengan demikian,suatu teologia baru dapat disebut objektif dan saintifik dengan melihat sejauh mana teologia itu sendiri terbuka dan tunduk terhadap objek penelitian. Dalam hal ini, objek itu sendiri adalah Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus.

  1. Metode Teologia Paul Tillich

    Pada bagian awal dari teologianya ia tetap mengacu pada pendekatan tradisional tetang “rasio dan wahyu”. setelah itu, barulah ia menekankan tetang pentingnya teologia yang “kerigmatik”, yakni teologia yang mengumandangkan “kebenaran berita (kerygma) yang tak dapat berubah terhadap tuntutan – tuntutan situasi yang selalu berubah. Untuk maksud itu, ia kemudian memperkenalkan metode “korelasi”. Korelasi ialah bahwa pernyataan – pernyataan yang diajukan manusia modern dihubungkan sedemikian rupa dengan jawaban – jawaban dari tradisi Kristen. Ia menolak sama sekali pemikiran tentang Allah sebagai pribadiyang literal atau Allah sebagai oknum roh yang secara literal dapat berhubungan dengan manusia secara personal dan spiritual.

Daftar Pustaka

    Dister,Nico Sy,Pengantar Teologi, Kanisius dan BPK Gunung Mulia,Yogyakarta

Dan Jakarta,1991 (cetakan ke-1)

Rahner,K & H.Vorgrimler,Concise Theological Dictionary,London, 1983 (second

edition), s.v “dogma” hlm131

    Lukito,Daniel Lucas,M.Th,”Pengantar Teologia Kristen”,jilid 1,Yayasan Kalam

    Hidup, Bandung,1996 (cetakan ke-3)

    Jongeneel, J.A.B., Pembimbing Kealam Dogmatika Kristen,BPK Gunung Mulia,

    Jakarta,1983 hlm 6-14

    Mardi (atmadja),B.S.,Merefleksikan spiritualitas kita,dalam rohani,20,(1973)

    Hlm 39-40

Tidak ada komentar: